Media Monitoring, Analysis and Tracking, Information System Consultant, Software-Web Develoment and Maintenance, Computer Network Supply and Installation, Purchasing Service
Cakrajiya Ciptana (CCi)
http://www.cc-indonesia.com
Cakrajiya Ciptana (CCi)
http://www.cc-indonesia.com
Berbagai terapi standar dan terapi alternatif dilakukan untuk mempercepat pemulihan stroke. Kini ilmuwan dari ITB dan UI tengah bekerjasama untuk mengembangkan alat bantu untuk pasien stroke dengan hanya menggunakan pikiran tanpa menyentuhnya yang dinamakan Brain Computer Interface (BCI).
Pasien pasca stroke dengan berbagai stadium senantiasa berkeinginan serta berusaha untuk menemukan kembali kemampuannya, mulai dari kemampuan gerak motorik, berbicara, berpikir hingga pengembalian kemampuan kognitifnya.
Prosedur rehabilitasi yang biasa dilakukan adalah rehabilitasi standar dari dokter rehabilitasi medik dengan menggunakan peralatan stimulasi listrik, Ultrasono dan berbagai alat bantu listrik mekanik lainnya.
Selain terapi standar, pasien biasanya dapat mengkombinasikannya dengan terapi alternatif mulai dari akupunktur, acupressure, herbal, ion, yoga dan meditasi, hingga terapi moderen dengan menggunakan Trans Cranial Stimulation atau pun Brain Stimulation. Upaya ini dapat dikatakan sebagai usaha melakukan stimulasi luar-dalam dari diri pasien.
Tapi kini Fakultas Elektronika & Informatika ITB dan Fakultas Kedokteran UI kini tengah mengembangkan alat bantu gerak hanya dengan bantuan pikiran tanpa menyentuhnya, yaitu Brain Computer Interface (BCI).
"Dengan BCI, kita menggunakan sinyal dari otak untuk dapat menggerakkan benda tanpa menyentuhnya. Jadi seperti di film Avatar, pasien stroke nantinya bisa menggerakkan apa saja cukup dengan pikiran di kepalanya," jelas Prof Dr Ir Tati R Mengko, Guru Besar Fakultas Teknik Elektronika dan Informatika ITB, di sela-sela acara seminar 'Don't Worry Be Happy After Stroke' di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Jumat (3/12/2010).
Menurut Prof Tati, penelitian ini merupakan hasil kerjasama antara Laboratorium Elektronika, Biomedika dan Kendali ITB dengan Pusat Kajian Otak di FK UI.
"Tadinya teknologi ini bukan ditujukan untuk pasien stroke, tetapi untuk mendeteksi gelombang alfa di otak. Gelombang alfa bisa mendeteksi kantuk, jadi bisa diaplikasikan untuk para supir. Kalau ngantuk alatnya bunyi biar nggak jadi ngantuk lagi. Tapi setelah dikaji, aplikasinya juga bisa digunakan untuk membantu pemulihan pasien stroke," jelas Prof Tati lebih lanjut.
BCI ini dalam pengembangannya diusahakan dapat digunakan sebagai alat bantu bagi orang yang memiliki keterbatasan fisik atau dapat digunakan sebagai bagian dari teknologi asistif (teknologi alat bantu).
Prof Tati mengatakan, teknologi BCI ini masih dalam tahap awal riset dan pengembangan. Namun adanya kenyataan ini merupakan langkah positif dalam mewujudkan harapan orang-orang yang memiliki keterbatasan fisik seperti pasien stroke untuk dapat memiliki tangan atau kaki yang dapat bebas digerakkan sesuai pikiran, tanpa harus menyentuh atau beranjak.
"Saya belum bisa mengatakan kapan teknologi ini bisa selesai. Ini juga belum diujikan kepada pasien stroke. Masih butuh pengembangan dan tentunya dana. Selama 3 tahun ini kami masih menggunakan dana penelitian dari kampus. Pernah coba mengajukan proposal ke Kementerian Riset dan Teknologi, tapi mungkin belum terlalu penting jadi ditolak. Nanti kami akan coba ajukan proposal lagi dengan model baru ke Kementerian Kesehatan, mudah-mudahan bisa," harap Prof Tati.
Pasien pasca stroke dengan berbagai stadium senantiasa berkeinginan serta berusaha untuk menemukan kembali kemampuannya, mulai dari kemampuan gerak motorik, berbicara, berpikir hingga pengembalian kemampuan kognitifnya.
Prosedur rehabilitasi yang biasa dilakukan adalah rehabilitasi standar dari dokter rehabilitasi medik dengan menggunakan peralatan stimulasi listrik, Ultrasono dan berbagai alat bantu listrik mekanik lainnya.
Selain terapi standar, pasien biasanya dapat mengkombinasikannya dengan terapi alternatif mulai dari akupunktur, acupressure, herbal, ion, yoga dan meditasi, hingga terapi moderen dengan menggunakan Trans Cranial Stimulation atau pun Brain Stimulation. Upaya ini dapat dikatakan sebagai usaha melakukan stimulasi luar-dalam dari diri pasien.
Tapi kini Fakultas Elektronika & Informatika ITB dan Fakultas Kedokteran UI kini tengah mengembangkan alat bantu gerak hanya dengan bantuan pikiran tanpa menyentuhnya, yaitu Brain Computer Interface (BCI).
"Dengan BCI, kita menggunakan sinyal dari otak untuk dapat menggerakkan benda tanpa menyentuhnya. Jadi seperti di film Avatar, pasien stroke nantinya bisa menggerakkan apa saja cukup dengan pikiran di kepalanya," jelas Prof Dr Ir Tati R Mengko, Guru Besar Fakultas Teknik Elektronika dan Informatika ITB, di sela-sela acara seminar 'Don't Worry Be Happy After Stroke' di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Jumat (3/12/2010).
Menurut Prof Tati, penelitian ini merupakan hasil kerjasama antara Laboratorium Elektronika, Biomedika dan Kendali ITB dengan Pusat Kajian Otak di FK UI.
"Tadinya teknologi ini bukan ditujukan untuk pasien stroke, tetapi untuk mendeteksi gelombang alfa di otak. Gelombang alfa bisa mendeteksi kantuk, jadi bisa diaplikasikan untuk para supir. Kalau ngantuk alatnya bunyi biar nggak jadi ngantuk lagi. Tapi setelah dikaji, aplikasinya juga bisa digunakan untuk membantu pemulihan pasien stroke," jelas Prof Tati lebih lanjut.
BCI ini dalam pengembangannya diusahakan dapat digunakan sebagai alat bantu bagi orang yang memiliki keterbatasan fisik atau dapat digunakan sebagai bagian dari teknologi asistif (teknologi alat bantu).
Prof Tati mengatakan, teknologi BCI ini masih dalam tahap awal riset dan pengembangan. Namun adanya kenyataan ini merupakan langkah positif dalam mewujudkan harapan orang-orang yang memiliki keterbatasan fisik seperti pasien stroke untuk dapat memiliki tangan atau kaki yang dapat bebas digerakkan sesuai pikiran, tanpa harus menyentuh atau beranjak.
"Saya belum bisa mengatakan kapan teknologi ini bisa selesai. Ini juga belum diujikan kepada pasien stroke. Masih butuh pengembangan dan tentunya dana. Selama 3 tahun ini kami masih menggunakan dana penelitian dari kampus. Pernah coba mengajukan proposal ke Kementerian Riset dan Teknologi, tapi mungkin belum terlalu penting jadi ditolak. Nanti kami akan coba ajukan proposal lagi dengan model baru ke Kementerian Kesehatan, mudah-mudahan bisa," harap Prof Tati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar